Powered By Blogger

Rabu, 23 Desember 2009

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA AWAL

BAB I
PENDAHUUAN
Masa remaja adalah masa yang tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk pada golongan anak, tetapi ia tidak termasuk pada golongan dewasa. Remaja ada diantara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga masa ini sering pula disebut pula dengan masa peralihan pada proses perkembangan dan pematangan pribadi secara individu dan sosial. Banyak perubahan yang terjadi secara signifikan secara fisik dan psikis sehingga berimplikasi pada proses perkembangan psikososial anak.
Masa remaja di mulai sejak usia 12 tahun untuk laki-laki, sedangkan untuk remaja wanita beberapa saat lebih awal, dan masa ini disebut dengan masa remaja awal. Pada usia ini terjadi peningkatan hormon kelamin (gonadotrop) yaitu hormon testoteron pada anak laki-laki dan hormon oestrogen pada anak perempuan. Peningkatan hormon ini mempengaruhi terjadinya menarche (permulaan haid) dan ejakulasi (“mimpi basah”) yang kemudian disebut dengan masa pubertas.
Selain itu hormon gonadotrop juga mempengaruhi terjadinya percepatan pertumbuhan fisik pada anak.Pertumbuhan anggota-anggota badan lebih cepat dari pada badannya, sehingga sementara waktu remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Tangan dan kakinya lebih panjang dalam perbandingan dengan badannya. Begitu pula remaja perempuan terjadi penambahan jaringan lemak pada bagian lengan atas, paha, pantat dan dada. Selain itu perubahan lain juga menandai masa pubertas adalah, suara berubah menjadi besar, tumbuh kumis dan janggut pada anak laki-laki.
Pertumbuhan fisik yang cepat dan perkembangan seksual pada remaja awal menyebabkan tanggapan masyarakat yang berbeda dari sebelumnya. Lingkungan mengharapkan mereka mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai orang dewasa, namun karena pertumbuhan fisik yang cepat tidak diikuti oleh kematangan psikis sering mengakibatkan ramaja merasa tidak mampu memenuhi tuntutan dan menyebabkan berbagai frustasi. Perubahan yang sangat signifikan ini seringkali menyebabkan kebingunan, ketakutan dan frustasi pada pada remaja, sehingga peran orang dewasa (orang tua atau guru) untuk memberikan bimbingan dan pengertian dengan bijak akan sangat membantu untuk mengatasi kebingungan, ketakutan dan frustasi yang disebabkan oleh perubahan tersebut.



















BAB II
ISI
A. Pertumbuhan Dan Perkembangan fisik ( Jasmani ) Remaja Awal.
Secara umum, terjadi pertumbuhan dan perkembangan pisik yang sangat pesat dalam masa remaja awal ( 12/13 – 17/18 tahun ). Menurut Dr. Zakiah Daradjat, bahwa di antara hal yang kurang menyenangkan remaja, adalah adanya beberapa bagian tubuh yang cepat pertumbuhannya, sehingga mendahului bagian yang lain seperti kaki, tangan dan hidung yang mengakibatkan cemasnya remaja melihat wajah dan tubuhnya yang kurang bagus. Hal lain yang dikhawatirkan adalah bentuk badan yang terlalu gemuk, kurus, pendek, tinggi (Jangkung). Wajah yang kurang tampan atau cantik, ada jerawatnya dan sebagainya.

Ada beberapa poin dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja awal diantaranya :
1. Pertumbuhan Kelenjar-kelenjar Seks dan Perkembangan Seksual Remaja Awal.
Pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (Gonads) remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh lebih jauh lagi, bahwa kematangan seksual dalam usia remaja awal dan parohan pertama remaja akhir mempunyai korelasi positif dengan perkembangan sosial mereka. Hal semacam ini ditunjukkan oleh hasil penelitian James dan Moore terhadap remaja yang berusia antara 12 – 21 tahun dengan jumlah sampel 535 orang. Perkembangan perilaku seksual yang lebih bersangkutan dengan diri remaja, diantaranya yang sangat menonjol dan penting adalah onani atau masturbasi. Hal-hal seperti tentang seks ini tentu saja berpengaruh terhadap minat mereka pada sekolah atau pelajaran.

2. Pertumbuhan Otak dan Perkembangan Kemampuan Remaja Awal
Pertumbuhan otak anak wanita mengikat lebih cepat dalam usia 11 tahun dibandingkan pertumbuhan otak pria, tetapi pertumbuhan otak anak pria di usia 13 tahun meningkat 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan anak wanita seusia.
Selain itu terdapat pula bukti-bukti hasil penelitian yang menyimpulkan hal yang menyangkut pola dan cara berpikir remaja cenderung mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya. Ini mengisyaratkan adanya sisi positif dari perkembangan kemampuan psikis remaja awal. Sisi positif pertumbuhan otak dan perkembangan kemampuan pikir remaja, memanglah berimplikasi terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah

3. Perkembangan pribadi, sosial dan Moral remaja awal
Pribadi diartikan sebagai organisme yang dinamis dalam sistem pisik dan pisikis yang menentukan keunikan sesorang menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Remaja dengan citra dirinya, menilai diri sendiri dan menilai lingkungannya terutama lingkungan sosial misalnya remaja menyadari adanya sifat-sifat sikap sendiri yang baik dan buruk. Moral adalah sebagai standar yang muncul dari agama dan lingkungan sosial remaja, memberikan konsep yang baik dan buruk, patut dan tidak, layak dan tidak layak secara mutlak


B. Persoalan yang terjadi pada remaja awal seiring dengan perubahan fisik yang telah ia capai.

a. Permasalahan mandiri dan krisis identitas
Permasalah ini sesungguhnya terjadi disepanjang usia remaja, Erikson menyebut hal ini dengan proses mencari identitas ego atau biasa disebut “Krisis Identitas”. Pada awal masa ini terjadi pergesaran dari orang tua menuju teman sebaya. Kematangan fisik mendorong untuk mampu mandiri dan meninggalkan dominasi orang tua. Namun secara psikis remaja masih sangat tergantung dengan orang tua terutama dalam mengambil keputusan, juga secara ekonomi mereka masih belum bisa mencari nafkah sendiri dan harus bergantung pada orang tua, maka remaja tidak mampu untuk mandiri seutuhnya.
Kemandirian secara fisik memacu remaja untuk beraktifitas dan menggunakan seluruh potensi fisik dan seksual mereka dan bebas dari segala nilai. Namun ada batasan-batasan (norma/adat/hukum agama dan pemerintah) yang tidak bisa mereka lewati dalam menggunakan potensi fisik dan seksual, dan banyak dari batasan-batasan tersebut yang tidak bisa mereka fahami dan dianggap sebagai pembatas yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini menimbulkan rasa termarginalkan dari orang dewasa dan terdorong untuk mencari teman sebaya yang dianggap senasib dengan mereka untuk saling membantu dan menerima identitas keremajaan mereka. Mereka merasa bahwa dengan teman sebaya mereka mendapatkan penghargaan yang lebih dibandingkan penghargaan orang dewasa atau orang tua terhadap mereka. Maka peran teman sebaya menjadi peran yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi perkembangan menuju kedewasaan psikologis seorang remaja.

b. Konformitas kelompok remaja
Persoalan remaja yang bergerak menuju teman sebaya dipandang sebagai upaya penemuan identitas/jati diri mereka dan sebagai pernyataan emansipasi sosial mereka; yaitu cenderung membentuk suatu kelompok dalam bidang tertentu. Pada pihak lain kelompok remaja akan menambah kohesifitas antar anggota kelompok seiring dengan frekuensi pertemuan mereka.
Dalam berkelompok remaja cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi dan dalam keadaan seperti ini akan berkembang iklim penciptaan norma-norma kelompok yang mereka buat sendiri yang sesuai dengan keinginan mereka. Apabila norma-norma yang terbentuk dalam kelompok tidak bertentangan dengan norma yang telah terbentuk dalam keluarga sebelumnya, maka hal ini tidak menjadi masalah. Namun bila norma kelompok bertentangan dengan norma keluarga, maka hal ini yang akan menjadi masalah. Sebab dalam kelompok yang mempunyai kohesifitas yang tinggi tidak akan memberikan toleransi pada salah satu anggota kelompok yang mempunyai pandangan yang berbeda. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya pengembangan identitas pribadi yang lebih lanjut. Suatu kelompok remaja seharusnya mampu untuk mengarahkan individu pada pengembagan diri, justru menjadi penghambat bagi pengembagan emansipasi individu.
Salah satu ciri lain dari kelompok remaja awal adalah kelompok ini masih tunduk pada kelompok yang lebih berkuasa, seperti lembaga pendidikan, pemerintahan. Dalam hal ini peran sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pemerintah diharapkan mampu memberi perhatian pada kelompok remaja dan membantu mereka untuk mampu membentuk norma kelompok yang selaras dengan agama dan hukum formal.
Dua jenis permasalahan yang telah dibahas dengan singkat diatas bisa kita jadikan sebagai acuan dalam upaya memahami permasalahan remaja yang timbul. Banyak anak permasalahan yang muncul dari 2 jenis permasalahan diatas yaitu; kemandirian dan krisis identitas, konformitas kelompok remaja, diantaranya, intensitas dalam berteman meningkat, suka meniru gaya teman, terlalu percaya diri dan emosi yang tak terkontrol dan masih banyak permasalahan lainnya.
Perkembangan remaja selayaknya menjadi tanggung jawab bersama; orang tua, lembaga pendidikan, lingkungan dan pemerintah. Dalam Bryn (1985) Donald Winnicott menyebutkan berbagai upaya dalam membantu perkembangan anak remaja kita, sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan jasmani
b. Memberikan ikatan dan hubungan emosi
c. Memberi suatu landasan yang kokoh (lingkungan rumah dan hubungan keluarga yang asri)
d. Membimbing mengendalikan perilaku
e. Mengajarkan cara berkomunikasi
f. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal
g. Membantu anak menjadi bagian anggota keluarga, dan
h. Memberikan role model (suri tauladan) pada anak.

Selain orang tua, lingkungan sekolah harus mampu memberikan fasilitas, media, wadah kegiatan yang positif serta bimbingan sosial yang akan sangat membantu remaja menemukan identitas yang baik dan mampu mempertahankannya. Begitu pula pemerintah seyogyanya mendukung berbagai kegiatan remaja dan mengarahkan kearah yang positif serta menjadikan remaja sebagai bagian dari warga negara yang butuh dipenuhi hak sebagai warga negara serta penghargaan yang baik terhadap prestasi remaja.

C. Perkembangan Sosial Pada Masa Anak-Anak Akhir Dan Remaja

a. Makna perkembangan sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
1. Berprilaku dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.

2. Memainkan peran di lingkungan sosialnya
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.



3. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

b. Esensi sosialisasi pada anak
Sikap anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagian besar akan sangat tergantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awal kehidupan, yang merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Maka ada empat faktor yang mempengaruhinya :
Pertama, kesempatan yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-anak, karena ia tidak dapat belajar hidup bersosialisasi jika kesempatan tidak dioptimalkan. Tahun demi tahun mereka semakin membutuhkan ksempatan untuk bergaul dengan banyak orang, jadi tidak hanya dengan anak yang umur dan tingkat perkembangannya sama, tetapi juga dengan orang dewasa yang umur dan lingkungannya yang berbeda.
Kedua, dalam keadaan bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan dapat menceritakannya secara menarik kepada orang lain. Perkembangan bicara merupakan hal yang terpenting bagi perkembangan sosialisasi anak.
Ketiga, anak akan belajar bersosialisasi jika mereka mempunyai motivasi untuk melakukannya. Motivasi ini sangat bergantung pada tingkat kepuasaan yang diberikan kelompok sosialnya kepada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan melalui hubungan dengan orang lain, mereka akan mengulangi hubungan tersebut.
Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting. Dengan metode coba ralat, anak akan mempelajari beberapa perilaku yang penting bagi perilaku sosialnya.

c. Masa kanak-kanak akhir
Akhir masa anak-anak (Late childhood) berlangsung pada usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada masa awal dan masa akhir anak-anak ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak.
Permulaan masa akhir anak-anak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu Sekolah Dasar. Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya, juga bagi yang pernah mengalami situasi Pra Sekolah. Sementara untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan bagi sebagian anak terasa sulit, karena kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak seimbang; anak mengalami gangguan emosional, sehingga sulit untuk dapat bekerja sama. Oleh karena itu, masuk kelas satu merupakan peristiwa penting yang sangat menentukan bagi perkembangan sosialnya sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, prilaku dan nilai bagi anak.
Tibanya akhir masa anak-anak sulit untuk diketahui secara tepat kapan periode ini berakhir, karena kematangan seksual sebagai kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa anak-anak dan pubertas timbulnya tidak selalu sama pada setiap anak. Salah satu penyebabnya adalah karena perbedaan kematangan seksual. Biasanya anak laki-laki mengalami masa anak-anak lebih lama dibandigkan anak perempuan. Secara umum anak perempuan masa akhir anak-anak berlangsung antara usia 6 – 13 tahun berarti rentang waktunya sekitar 7 tahun. Sedangkan bagi anak laki-laki berlangsung antara 6 – 16 tahun, berarti rentang waktu sekitar 8 tahun.

d. Perkembangan sosial akhir masa anak-anak
1. Sosialisasi dengan anggota keluarga
Ketika seseorang memasuki usia akhir masa anak-anak maka biasanya para orang tua mulai memberikam waktunya yang lebih sedikit. Menurut suatu investivigasi tentang banyaknya waktu yang digunakan orang tua bersama anak, maka waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk mengasuh, mengajar, berbicara dan bermain dengan anak-anak yang telah memasuki masa akhir kurang dari setengah waktu yang dihabiskan ketika anak masih lebih kecil (Hill & Stafford, 1980). Pada umumnya anak-anak pada masa akhir, lebih diarahkan dalam mengerjakan tugas-tugas sederhana secara sendiri. Misalnya pekerjaan-pekerjaan membersihkan kamar, membersihkan dapur, dll. Selain dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti itu menyebabkan interaksi dengan orang tua menjadi berkurang.
Perubahan-perubahan pada kehidupan orang tua seperti, kedua orang tua yang bekerja, perceraian, single parent, sangat mempengaruhi hakekat interaksi orang tua dengan anak pada masa akhir anak-anak. Ketika tuntutan pengasuhan mulai berkurang biasanya para ibu akan lebih memilih kembali karir atau memulai suatu kegiatan baru. Hal ini menyebabkan waktu yang harusnya lebih diberikan untuk membimbing dan mengasuh anak malah digunakan untuk kegiatan pengembangan karir khususnya bagi para ibu.

2. Sosialisasi di sekolah
Akhir masa anak-anak sering disebut sebagai ”usia berkelompok”, (gang) karena pada masa ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok di sekolahnya. Ia merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan angota keluarga. Anak ingin bermain bersama teman-teman sekolahnya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya tersebut.
Sosialisasi anak di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan aktvitas bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peer group di sekolah bersifat timbal balik dan biasanya diantara sesama anggota kelompok ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya dan saling menghargai serta menerima satu sama lain.

3. Sosialisasi dengan teman sebaya
Selama masa pertengahan dan akhir, biasanya anak lebih banyak meluangkan waktunya dalam berinterkasi dengan teman sebaya. Dalam suatu investivigasi, diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya sebanyak 40 persen pertahun (Baker & Wright, 1951). Episode bersama teman sebaya berjumlah 299 hari sekolah.
Apa yang dilakukan bersama teman-temannya? dalam suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana aktivitas anak, diketahui bahwa umumnya anak-anak masa akhir melakukan kegiatan olahraga, jalan-jalan, permainan dan sosialisasi yang merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan. Pada saat mereka melakukan kegiatan biasanya anggota kelompok terdiri dari teman yang sama jenis kelaminya daripada diantara anak-anak yang berbeda jenis kelaminnya.
Pada masa akhir anak-anak mereka telah menjalin persahabatan dengan teman sebaya dan mulai memasuki usia gang, yaitu usaha yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat dan telah menjadi pribadi sosial yang merupakan salah salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini.
Gang pada masa kanak-kanak merupakan suatu kelompok yang spontan dan tidak mempunyai tujuan yang diterima secara sosial. Gang merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Gang memberikan pembebasan dari pengawasan orang dewasa. Dalam hal ini ada beberapa ciri gang pada masa akhir anak-anak, yaitu:
 Gang merupakan kelompok bermain
 Anggota gang terdiri dari jenis kelamin yang sama
 Pada mulanya terdiri dari tiga atau empat anggota, tetapi jumlah ini meningkat dengan bertambah besarnya anak dan bertambahnya minat pada olahraga.
 Gang anak laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku sosial buruk daripada anak perempuan.
 Kegiatan gang yang populer meliputi permainan dan olahraga, pergi ke bioskop dan berkumpul untuk bicara atau makan bersama.
 Gang mempunyai pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang-orang dewasa.
 Sebagian besar kelompok mempunyai tanda keanggotaan; misalnya anggota kelompok memakai pakaian yang sama.
 Pemimpin gang mewakili ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul daripada anggota-anggota yang lain.

4. Efek dari keanggotaan kelompok
Keanggotaan kelompok dapat menimbulkan akibat yang kurang baik pada anak-anak, diantaranya adalah:
 Menjadi anggota geng seringkali menimbulkan pertentangan dengan orang tua dan penolakan terhadap standar orang tua, sehingga akan memperlemah ikatan emosional antara kedua pihak.
 Permusuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas. Hal ini disebabkan karena anak perempuan mencapai masa puber lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Sehingga anak perempuan akan tampil lebih dewasa dibanding anak laki-laki.
 Kecenderungan anak yang lebih tua untuk mengembangkan prasangka terhadap anak yang berbeda sehingga sering terjadi prasangka dan diskriminasi berdasarkan pada perbedaan rasial, agama dan sosial ekonomi.
 Seringkali bersikap kejam terhadap anak-anak yang tidak dianggap sebagai anggota geng. Banyaknya rahasia yang ada diantara anggota geng dimaksudkan untuk menjauhkan anak yang tidak disenangi.
e. Remaja awal
Masa remaja awal atau masa puber adalah periode yang unik dan khusus yang ditandai dengan perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan. Umumnya usia remaja awal ini berkisar antara 12 sampai dengan 14 tahun. Ciri-ciri yang penting pada masa puber adalah sbb:
 Masa remaja awal merupakan masa tumpang tindih.
karena mencakup tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Sehingga perilaku yang ditampilkan agak sukar untuk dibedakan.
 Masa remaja awal merupakan periode yang singkat
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam perkembangngan manusia maka masa puber merupakan periode yang paling singkat, yaitu sekitar dua sampai empat tahun.
 Masa puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat.
Perubahan-perubahan yang sangat pesat ini akan menimbulkan dampak pada anak. Misalnya timbul keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman dan dalam beberapa hal memungkinkan timbulnya perilaku negatif.
 Masa remaja awal merupakan masa negatif
Pada masa ini anak cenderung mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau kehilangan sifat-sifat baiknya yang sebelumnya sudah berkembang. Kondisi ini merupakan sesuatu yang wajar. Beberapa ahli psikologi perkembangan menyebut ini sebagai masa negatifistik kedua.
 Pada masa ini terjadi kematangan alat-alat seksual.
Dengan tumbuh dan kembangnya fungsi-fungsi organ maka ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang, seperti mulai tumbuhnya rambut pubis, perubahan suara. Pada anak perempuan mulai memasuki masa menstruasi dan mulai tumbuhnya buah dada.

f. Perkembangan sosial pada remaja
Perkembangan sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu mulai terbentuknya kelompok teman sebaya baik dengan jenis kelamin yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari orang tua.

1. Kelompok Teman Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan teman sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman sebaya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma kelompok tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.

2. Melepas dari orang tua
Tuntutan untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial pada milienu orang tua. Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang tua, diantaranya:
 Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan dirinya dianggap modern. Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya yang modern.
 Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonominya tidak memungkinkan mempunyai simbol status yang sama dengan teman sebayanya.
Seperti pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada usia ini ia paling tidak suka jika diperintah mengerjakan pekerjaan di rumah.
 Prilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya benci kepada orang tua.
 Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.


 Metode Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan maka remaja akan memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung otoriter.

Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi walaupun ingin melepas dari orang tua namun pada kebanyakan remaja awal masih tinggal bersama orang tua. Selain itu juga secara ekonomik masih bergantung kepada orang tua. Mereka juga belum bisa kawin, secara budaya hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama dan sosial, meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis. Mereka berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis kelaminnya. Hal ini berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai mengorbankan sebagian besar hubungan emosi mereka dengan orang tua mereka dalam usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah dari hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua telah makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di sekelilingnya. Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah dan keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan yang sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau dari perkembangnan sosial menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri menuju kemandirian.
Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus menunjukkan pertentangan terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan jarak antar generasi (generation gap).
Jarak antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat ini remaja lebih progresif dibandingkan orang tuanya.







BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya.
Perkembangan sosial akhir masa kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu SD. Pada masa ini biasanya orang tua akan memberikan hanya sedikit waktunya untuk berinteraksi dengan anak, sosialisasi di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan aktvitas bersama, lebih banyak meluangkan waktu untuk teman sebaya dan mulai membentuk hub. peer group (geng) lebih cenderung dengan teman perempuan.
Perkembangan sosial pada masa remaja (pubertas) merupakan masa yang unik, masa pencarian identitas diri dan ditandai dengan perkembangan fisik dan psikis anak. Pada masa ini sosialisasi anak lebih luas dan berkembang, mereka mulai menjalin hubungan dengan teman-teman laki-lakinya dan mengadakan kencan-kencan (dating). Anak lebih mementingkan teman dari pada keluarga dan mulai timbul banyak pertentangan dengan orang tua. Mereka umumnya belum bekerja dan masih belum mampu menafkahi dirinya sendiri.
Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya anak merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik yang terjadi selama masa perkembangannya.




DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth, B. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, Elizabeth, B. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Lask, Bryn. 1985. Memahami dan Mengatasi Masalah Anak. Jakarta : Gramedia.
Monks, F.J Konoeks, AMP., Haditono, SR. 2000 Psikologi Perkembangan Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Monks.F.J, Dkk. 2004. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Santrock. 2003. Life Span Development. Boston: McGraww Hill College.
(on-line) tersedia dalam : http://yudhim.blogspot.com/2008/01/untaian-pertumbuhan-dan-perkembangan.html ( 23 Nopember 2009 )
(on-line) tersedia dalam : http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/18/perkembangan-sosial-pada-masa-anak-anak-akhir-dan-remaja/ ( 23 Nopeber 2009 )
( on-line) tersedia dalam : http://mymufid.blogspot.com/2009/01/perkembangan-dan-problem-remaja-awal.html ( 23 Oktober 2009 )

Rabu, 21 Oktober 2009

LaSkaR WonK KitO

Pendidikan membuat orang mudah dipimpin, namun sulit di paksa, mudah diperintah, namun mustahil diperbudak...
Awak:
Foto Saya

Ahmad Khasbullah
tinggi badan 165 cm, rambut ikal, badan ceking, berjenggot tapi bukan pemberontak, kumis tipis, perawakan sedikit sangar...gt ja ya.

Lihat profil lengkapku
Menu

* Kolom Pendidikan

Jam berapa sekarang ya?
MuIZik
Free Music
Free Music
Free Music
Album
Album

17 November, 2008
Psikologi Pendidikan
Diposkan oleh Ahmad Khasbullah
TEORI PERKEMBANGAN PSIKODINAMIKA
(Sigmund Freud)


(Ini adalah makalah mata kuliah Perkembangan Peserta Didik)

A.PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak dini.
Pemahanan freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang beragam literature ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti megikuti observasi, dan konsepnya tentang kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir hidupnya.
Meskipun teorinya berevolusi, freud menegaskan bahwa psikoanalisis tidak boleh jatuh ke dalam elektisisme, dan murid-muridnya yang menyimpang dari ide-ide dasar ini segera akan dikucilkan secara pribadi dan professional oleh freud.
Freud menganggap dirinya sebagai Ilmuan. Namun, definisinya tentang ilmu agak berbeda dari yang dianut kebanyakan psikolog saat ini. Freud lebih mengandalkan penalaran deduktif ketimbang metode riset yang ketat, dan ia melakukan observasi secara subjektif dengan jumlah sampel yang relative kecil. Dia menggunakan pendekatan studi studi kasus hampir-hampir secara secara ekslusif , merumuskan secara khas hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta kasus yang diketahuinya.
2.Rumusan Masalah
a.Seperti apa biografi Sigmund Freud?
b.Apa hakikat teori psikodinamika?
c.Bagaimana Struktur kepribadian menurut teori psikodinamika?
d.Bagaimana tahap-tahap perkembangan manusia menurut teori psikodinamika?
e.Bagaimana aplikasi teori psikodinamika terhadap bimbingan?
3.Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini nantinya untuk mengetahui seputar teori psikodinamika terutama teorinya Sigmund Freud, baik dari segi biografinya, hakikat teori psikodinamika, struktur kepribadian dan tahap-tahap perkembangan pribadi manusia, serta aplikasinya.


B.PEMBAHASAN
1.Biografi Sigmun Freud
Sigismund (Sigmund) Freud lahir pada 6 Maret (atau 6 Mei) 1856 di Freiberg, Moravia, sekarang bagian dari republik Cekoslawakia. (Para sarjana tidak ada yang sepakat dengan tanggal lahirnya−diduga dia paling cepat lahir 8 bulan setelah pernikahan orang tuanya).1
Freud adalah putra sulung pasangan Jacob dan Amalie Nathanson Freud, meskipun ayahnya memiliki dua putra lain, Emanuel dan Phillip, dari pernikahan sebelumnya. Jacob dan Amelie memilki tyjuh anak lagi selama sepuluh tahun. Namun, Sigmund tetap menjadi anak favorit ibunya yang masih belia dan penuh pengertian. Inilah yang menjadi sebagian fondasi keyakinan freud seumur hidupnya. Sebagai seorang terpelajar dan berpikiran serius, freud tidak memiliki keakraban hubungan dengan salah satu adik-adiknya. Namun dia menikmati hubungan yang hangat dan penuh pengertian dengan ibunya, ini yang mendorong Freud di tahun-tahun berikutnya untuk mengobservasi bahwa hubungan ibu/anak adalah hubungan yang paling sempurna dan paling bebas dari ambivelensi (perasaan yang bertentangan) disbandingkan dengan semua hubungan antar manusia yang ada.2
Sebagai anak cerdas dan selalu mendapat nilai tinggi dikelasnya, Freud melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran, salah satu pilihan bergengsi bagi anak-anak Yahudi yang pintar di Wina kala itu. Semasa kuliah, dia terlibat berbagai penelitian di bawah arahan professor fisiologis bernama Ernst Brucke.3
Sebagian hidup Freud diabdikan untuk memformulasikan dan mengembangkan tentang teori psikoanalisisnya. Uniknya, saat ia sedang mengalami problem emosial yang sangat berat adalah saat kreativitasnya muncul. Pada umur paro pertama empat puluhan, ia banyak mengalami berbagai macam psikomatik, juga rasa nyeri akan datangnya maut dan fobi-fobi lain. Dengan mengekplorasi makna mimpi-mimpinya sendiri, ia mendapat pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.4 Freud mengembangkan gagasan-gagasannya tentang teori psikoanalisis dari pekerjaan dengan para pasien mental.5
Sigmund Freud juga dikenal sebagai tokoh yang kreatif dan produktif. Ia sering menghabiskan waktunya 18 jam sehari untuk menulis karyakaryanya, dan karya tersebut berkumpul menjadi 24 jilid. Bahkan ia tetap produktif dimasa usia senja. Karena terkenal itulah, Freud dikenal tidak hanya pencetus psikoanalisis yang mencuatkan namanya sebagai intelektual, tetapi ia juga meletakkan cara baru untuk bisa memahami perilaku manusia.6
Karya pertama Freud adalah On Aphasia, yang diluncurkan pada tahun 1891. Sedangkan seluruh karya Freud terhimpun dalam 23 jilid buku yang diberi judul The Standard Edition of The Complete Psychological Work of Sigmund Freud. Diantara karyanya yang paling menarik adalah The Interpretation of Dreams (1904); The Psychopatology of Everyday Life (1904); yang menjelaskan Freudian Slip dan keganjilan perilaku sehari-hari; Totem and Taboo (1913), yang berisi pendapatnya tentang asal-usul manusia; General Introductory Lectures on Psychoanalysis (1917); Civilization and Its Discontents, yang berisi komentar psimitisnya tentang masyarakat modern; The Future of an Illusion, yang membahas agama; Ego and the Id (1923); New Introductory Lectures on Psychoanalysis (1933); Moses and Monotheism (1939); dan An Out Line Of Psychoanalysis (1940).7
Dalam dunia pendidikan pada masa itu, Sigmund Freud belum seberapa populer. Menurut A. Supratika, nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang sarjana psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Pengaruh Freud di lingkungan psikologi baru terasa sekitar tahun 1930-an. Akan tetapi Asosiasi Psikoanalisis Internasional sudah terbentuk tahun 1910, begitu juga dengan lembaga pendidikan psikoanalisis sudah didirikan di banyak negara.
Freud pindah ke Inggris sesaat sebelum Perang Dunia II pecah, karena Wina sudah tidak aman lagi untuk orang Yahudi, khususnya yang terkenal sepeti Freud. Tidak lama setelah itu, dia meninggal di London pada tanggal 23 September 1939 karena kanker mulut dan rahangyang telah didapatnya selama lebih kurang 20 tahun.8

2.Hakikat Teori Psikodinamika
Psikodinamika pada awalnya dikembangkan oleh Sigmund Freud (1974) dan pengikut-pengikutnya. Dikatakan psikodinamik, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku berasal dari gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia, kemudian pikiran merangsang perilaku dan keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.9
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak dini.10
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dengan teori belajar dalam hal pandangan akan pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan (mileu) primer terhadap perkembangan. Perbedaannya adalah bahwa teori psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. 11
Menurut teori ini, perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah-tengah lingkungannya.12
Menurut salah satu teori psikodinamaika yang terkenal, yaitu teori Freud (Sigmund Freud), maka seseorang anak dilahirkan dalam dua macam kekuatan (energi) biologis, yaitu libio dan nafsu mati, yang mana kekutan ini menguasai semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak yang melalui proses yang disebut kathesis yang berarti konsentrasi energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik, atau terhadap satu person yang spesifik.13

3.Struktur Kepribadian
Freud (1917) yakin bahwa kepribadian memiliki tiga (3) struktur: id, ego, dan superego.14
a.Id (Das Es)
Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah apa yang disebut Id (Das Es). Id merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata benda impersonal yang berarti “The it” (sang itu), komponen kepribadian yang belum dimiliki.15 Id adalah struktur kepribadian menurut freud yang terdiri atas naluri (instinct), yang merupakan gudang energi psikis individu. Dalam pandangan Freud, id tidak secara total; id tidak memiliki kontak dengan realitas.16 Id ini yang mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya (prinsip kenikmatan),17 yaitu mencari keenakan dan menghindarkan diri dari ketidakenakan.
Seorang yang baru lahir adalah personifikasi sebuah id yang belum terbebani oleh pembatasan-pembatasan ego dan superego. Bayi mencari pemuasan kebutuhan tanpa peduli dengan apakah boleh diwujudkan (wilayah-wilayah tuntutan ego) atau apakah pantas (wilayah-wilayah pembatasan superego). Dia selalu mengisap entah putting ibunya memiliki air susu atau tidak dan memperoleh kenikmatan dari kedua situasi tersebut. Meskipun bayi menerima makanan penunjang kehidupan hanya dengan mengisap puting yang memiliki air susu. Namun, dia terus mengisap karena id-nya tidak bersentuhan dengan realitas ada tidaknya air susu dalam putting ibu. Bayi bahkan gagal menyadari bahwa perilaku mengisap jempol tangan tidak dapat membuatnya mempertahankan hidup. Karena id tidak memiliki kontak langsung dengan realitas, dia tidak bisa dirubah entah oleh perjalanan waktu atau oleh pengalaman-pengalaman pribadi. Dan impuls-impuls (dorongan) harapan kanak-kanak ini masih tetap tidak berubah dalam id selama berdekade-dekade kehidupan si anak berikutnya.18
Selain tidak relistis dan mencari kesenangan, id juga tidak logis dan dapat melayani secara bersamaan ide-ide yang tidak bersesuaian. Contohnya: seorang perempuan mungkin menunjukkan kasih sayang yang disadari terhadap ibunya serta mengharapkan tanpa sadar kehancuran sang ibu. Hasrat-hasrat yang saling bertentangan ini dapat muncul karena id tidak memilki moralitas di dalamnya. Artinya, dia tidak membuat penentuan nilai atau membedakan baik dan buruk. Namun, id bukan immoral (menyalahi moral), tepatnya ia amoral (tidak bersangkut paut dengan moral). Semua energy id dihabiskan hanya untuk satu tujuan saja−mencari kesenangan tanpa peduli apa yang pantas atau benar.19
Id adalah sesuatu yang primitive/purba, khaos, dan tidak terakses oleh alam sadar, tidak dapat diubah, amoral, tidak logis, tidak terorganisasikan dan selalu dipenuhi energy yang diterimanya dari dorongan-dorongan dasar menuju pemuasan prinsip kesenangan.
Sebagai wilayah yang menjadi rumah bagi dorongan-dorongan dasar (motif-motif primer), pengoperasian id disebut Proses primer. Namun, karena dia mencari dengan membabi buta pemuasan prinsip kesenangan, kelangsungan hidupnya bergantung penuh terhadap perkembangan proses skunder yang membawanya untuk melakukan kontak dengan dunia eksternal. Proses eksternal berfungsi melalui ego.
b.Ego (Das Ich)
Ego adalah struktur keribadian menurut freud yang berurusan dengan tuntutan realitas. Ego disebut badan pelaksana (Executive Branch) kepribadian, karena ego membuat keputusan-keputusan rasional. Id dan ego tidak memiliki moralitas, id dan ego tidak memperhitungkan apakah sesuatu benar atau salah.20
Ego atau “I” (sang aku), adalah satu-satunya wilayah jiwa yang berhubungan dengan realitas. Ia tumbuh dari id selama masa bayi dan menjadi satu-satunya sumber komunikasi seseornag dengan dunia eksternal. Dia diatur oleh prinsip realitas yang berusah menjadi substitusi bagi prinsip kesenangan id. Karena dia sebagian sadar, sebagian ambang sadar, dan sebagian bawah sadar, ego dapat membuat keputusan dari masing-masing dari ketiga tingkatan mental ini. Contohnya, ego seorang perempuan mungkin secara sadar memotivasi dia untuk memilih pakaian yang rapid an dijahit dengan baik karena dia merasa nyaman jika mengenakan pakaian yang bagus. Pada waktu yang bersamaan, dia bisa saja menyadari secara samar-samar (yaitu secara ambang sadar) mengenai pengalaman-pengalaman sebelumnya yang membuatnya yang membuatnya dihargai karena memilih pakaian yang bagus. Selain itu, dia juga bisa termotivasi oleh bawah sadarnya untuk menjadi sangat rapi dan tertib kerena pengalaman-pengalaman latihan−penggunaan−toilet (toilet training) pada masa kanak-kanak. Kalu begitu, keputusannya untuk mengenakan pakaian yang rapi lahir dari ketiga tingkat kehidupan mentalnya tersebut.21
Ketika mengenakan fungsi-fungsi kognitif dan intelektualnya, ego harus mempertimbangkan berbagai tuntutan dari id dan super ego yang tidak bersesuaian dan sama-sama tidak realistis. Menurut freud, ego menjadi terbedakan dari id ketika bayi mulai belajar membedakan diri mereka dari dunia luar. Ketika id masih tetap tidak mau beruabah, ego mulai mengembangkan sejumlah strategi untuk menghadapi tuntutan id yang tidak relistik dan tidak pantang menyarah terhadap kesenangan. Pada saat-saat tertentu, ego dapat mengontrol id yang sangat kuat dan selalu mencari kesenangan itu. Namun, pada saat-saat lain ego kehilangan kekuatan pengontrolnya.
Untuk membandingkan ego dan id, freud menggunakan analogi seorang yang sedang menunggangi seekor kuda. Si enunggang sanggup mengarahkan dan mengendalikan kekuatan kuda yang jauh lebih besar, namun, jika si kuda menunjukkan kemurahhatian untuk menuruti perintahnya.
Seperti halnaya anak-anak yang mendapatkan hadiah dan hukuman orang tua, mereka mulai belajar apa yang harus dilakukan untuk memperoleh kesenangan dan menghindari rasa sakit. Di usia yang masih belia ini, kesenagan dan rasa sakit merupakan fungsi-fungsi ego yang utama karena anak-anak belum mengembangkan suara hati nurani (conscience) dan ideal ego (ego-ideal): itulah super ego. Ketika anak-anak memasuki usia 5 atau 6 tahun, mereka mulai mengidentifikasi diri dengan orang tua mereka dan belajar apa yang boleh dilakukan, inilah asal-usul superego.
c.Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah struktur kepribadian freud yang merupakan badan moral kepribadian dan benar-benar memperhitungkan apakah sesuatu benar ataukah salah. Anggaplah superego adalah sesuatu yang selalu kita rujuk sebagia “hati nurani (consciense)” kita. Anda mungkin mulai merasa bahwa baik id maupun superego menyebabkan kehidupan kasar bagi ego, ego anda barang kali mengatakan, “aku akan melakukan hubungan seks kadang-kadang saja dan memastikan untuk menggunakan alat pencegahan kehamilan yang tepat, karena aku tidak ingin gangguan anak dalam perkembangan karirku.” Akan tetapi, id anda mengatakan “aku ingin dipuaskan; seks itu nikmat.” Superegosedang bekerja juga: “aku merasa bersalah kalau melakuakan hubungan seks.”22
Ada dua aspek superego: pertama adalah nurani (conscience), yang merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan. Sementara yang kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujuan-pujian dan cotoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.23
Freud melihat kepribadian seperti suatu gunung es; kebanyakan kepribadian terdapat dibawah tingkat kesadaran kita, sama seperti bagian terbesar dari suatu gunung es yang terdapat dibawah gunung es.
Bagaiman Ego mengatasi konflik antara tuntutan realitas, keinginan id, dan hambatan superego?
a.Dengan melalui mekanisme pertahanan (defense mechanism) yaitu istilah psikoanalisis bagi metode ketidaksadaran, ego membelokkan atau mendistorsi realitas, dengan demikian melindunginya dari kecemasan. Dalam pandangan Freud, tuntutan-tuntutan struktur kepribadian yang saling bertentangan menimbulkan kecemasan. Misalnya, ketika ego menghambat atau memblok pengejaran id akan kenikmatan, kecemasan yang lebih dalam (inner anxiety) dirasakan. Keadaan tertekan berkembang ketiak id sedang membahayakan individu. Kecemasan mengingatkan atau mengirim sinyal kepada ego untuk mengatasi konflik melalui alat mekanisme pertahanan.
b.Represi (represion) ialah mekanisme pertahanan yang paling kuat dan paling meresap (the most powerful and pervasive ); represi bekerja menolak dorongan-dorongan id yang tidak diinginkan di luar kesadaran dan kembali ke pikiran tidak sadar. Represi adalah landasan dari mana semua mekanisme pertahanan lain bekerja; tujuan setiap mekanisme pertahanan ialah menekan (repress), atau menolak keinginan-keinginan yang mengancam di luar kesadaran. Freud mengatakan bahwa pengalaman masa anak-anak, sebagian besar diantaranya ia yakini sarat secara seksual (sexsually laden), cukup mengancam dan menekan kita untuk mengatasinya secara sadar. Kita mengurangi kecemasan akibat konflik ini melalui mekanisme pertahanan represi.
Freud yakin bahwa kita melampaui lima tahap perkembangan psikoseksual dan bahwa setiap tahap perkembangan tersebut kita mengalami kenikmatan pada satu bagian tubuh lebih dari pada bagian tubuh yang lain. Erogenous zones adalah bagian tubuh yang yang mengalami kenikmatan khusus yang sangat kuat yang memberi kualitas pada setiap tahap perkembangan.24

4.Tahap-tahap Perkembangan
Dalam teori Freud hasrat seksual adalah motivasi paling penting. Menurut dia, hasrat seksual adalah motivasi paling dasar bukan saja bagi orang dewasa, tapi juga bagi anak-anak dan bayi. Saat dia dia memperkenalkan gagasannya tentang seksualitas bayi ke public wina, public menanggapi lebih sebagai seksualitas orang dewasa.
Kapasitas mencapai orgasme memang sudah ada secara neurologis semenjak lahir. Tetapi freud tidak hanya berbicara tetang orgasme. Seksualitas bukan hanya berarti hubungan kelamin, akan tetapi sensasi kenikmatan yang lahir dari persentuhan kulit juga didalamnya. Kita lihat bayi, anak-anak, dan orang dewasa sangat menikmatai belaian, ciuman, dan lain sebagainya.25
Freud mencatat bahwa di usia-usia tertentu, beberapa bagian dari kulit kita dapat menimbulkan yang lebih besar dibanding bagian kulit yang lain. Teoritikus pada era selanjutnya menyebut bagian kulit ini dengan daerah erogen (erogeneus). Menurut freud, bayi mendapat kenikmatan tertinggi ketika menghisap, khususnya ketika menyusu pada ibunya. Seperti kita lihat, bayi sangat senang memasukkan benda-benda yang dia pegang ke mulutnya. Di usia berikutnya, dia sampai pada tahap kenikmatan anal, yaitu memegang dan melepaskan benda yang ada pada tangannya. Di usia 3 atau 4 tahun, dia akan menemukan kenikmatan ketika menyentuh alat kelaminnya. Barulah kemudian, di saat perkembangan seksual sudah mencapai kematangan, kita menemukan kenikmatan paling tinggi dalam berhubungan seksual. Berdasarkan pengamatan inilah Freud membuat teori tahap perkembangan kepribadian atau psikoseksual.26
Tahap-tahap perkembangan kepribadian itu adalah:
a.Tahap oral atau tahap mulut
Tahap ini berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada mulut, di mana aktivitas paling utama adalah Mengunyah, menghisap dan menggigit. Tindakan-tindakan ini mengurangi tekanan/ketegangan pada bayi.
b.Tahap anal
Tahap ini ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Titik kenikmatan terbesar terletak pada lubang anus, atau fungsi pengeluaran yang diasosiasikan dengannya. Dalam pandangan Freud, latihan otot lubang dubur mengurangi tekanan/ketegangan.
c.Tahap phallic
Phallic berasal dari bahasa latin phallus yang berarti alat kelamin laki-laki. Tahap ini berlangsung dari usia 3 dan 6 bulan. Titik kenikmatan terletak pada alat kelamin, ketika anak menemukan bahwa manipulasi (self manipulation) diri dapat memberi kenikmatan.
Dalam tahap ini, Freud berpandangan bahwa bahwa tahap phallic memiliki kepentingan khusus dalam perkembangan kepribadian. Karena selama periode inilah Oedipus complex muncul. Istilah ini berasal dari mitologi Yunani, di mana Oedipus, putra Raja Thebes, tanpa sengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya. Oedipus complex adalah konsep Freud dimana anak kecil mengembangkan suatu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya. Tetapi konsep ini dikecam oleh beberapa pakar psikoanalisis dan penulis.
Pada usia kira-kira 5 hingga 6 tahun, anak-anak menyadari bahwa orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dapat menghukum mereka atas keinginan incest mereka (incestuous wishes). Untuk mengurangi konflik ini, anak mengidentifikasikan diri dengan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya, dengan berusaha keras menjadi seperti orang tua yang sama jenis kelamin dengannya itu. Namun, bila konflik tidak teratasi, individu dapat terfiksasi pada tahap phallic.
d.Tahap laten
Tahap ini ini berlangsung antara usia 6 tahun dan masa pubertas. Anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan keterampilan social dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energy anak ke dalam bidang-bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phallic yang sangat menekan.
e.Tahap kemaluan
Tahap ini berawal dari masa pubertas dan seterusnya. Tahap kemaluan ialah suatu masa kebangkitan seksual. Sumber kenikmatan seksual sekarang adalah seseorang yang berada di luar keluarga. Freud yakin bahwa konflik yang tidak teratasi dengan orang tua terjadi kembali selama masa remaja. Bila teratasi, individu mampu mengembangkan suatu hubungan cinta yang dewasa yang berfungsi secara mandiri sebagai seorang dewasa.27

5.Aplikasi Teori Freud dalam Bimbingan
Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian freud, maka ada beberapa teorinya yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan, yaitu: Pertama, konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Dengan demikian,konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh yang diberikan konseling, sehingga bimbingan benar-benar efektif.28 Adapun fungsi-fungsi bimbingan antara lain:
a.Memahami Individual
Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. Karena itu, bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara menyeluruh. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasrkan atas pemahaman diri anak didiknya.
b.Preventif dan Pengembangan Individual
Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventive berusaha mencegah kemerosotan perkembangan seseorang dan minimal dapat memelihara apa yang telah dicapaidalam perkembangannya melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantusetiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu individu untuk menyempurnakan setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam menghadapi lingkungannya. Bimbingan dapat memberikan pertolongan pada anak untuk mengadakan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Kedua, konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yaitu membantu individu supaya mengerti diri dan lingkungannya, mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, mampu mengelola aktivitas sehari-hari dengan baik dan bijaksana, mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, social dalam masyarakatnya.
Ketiga, konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Dalam system pembinaan akhlak individual, islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anknya agar dapat tumbuh kembang sesuai dengan norma agama dan social. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
Keempat, teori freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberikan arti bahwa, materi, metode, dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu,karena pada setiap tahapan itu memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda.
Kelima, konsep freud tentang ketidaksadaran dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.29


C.KESIMPULAN
Teori psikodinamika dicetuskan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah-tengah lingkungannya.
Sehingga freud membagi struktur kepribadian atau jiwa seseorang menjadi tiga yaitu:
a)Id (das es) bisa dikaitkan dalam islam dengan nafsu.
b)Ego (das ich) bisa disebut juga dengan akal.
c)Superego (das ueber es) bisa disebut dengan hati nurani.
Setelah membagi struktur jiwa manusia kedalam tiga struktur, freud membagi tahapan-tahan perkembangan manusia menjadi lima. Yaitu, fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten, dan fase kemaluan.
Fase-fase inilah yang menjadi dasar perkembangan manusia bagi teori psikodinamika. Dalam aplikasi teori, ada lima teori yang bisa menjadi pengelolaan pendidikan yaitu, Pertama, konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Kedua, konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang. Ketiga, konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Keempat, teori freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu. Kelima, konsep freud tentang ketidaksadaran.


D.DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi,. Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.

Boeree, C. George. 2005. Sejarah Psikologi: dari masa kelahiran sampai masa modern, (diterjemahkan oleh Abdul Qodir Shaleh). Jogjakarta: Prismasophie.

F.J. Monks,. A.M.P. Knoers. 2004. Ontwikkelings Psychologie (diterjemahkan oleh Siti Rahayu Haditomo). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

http://blogs.unpad.ac.id/teguhaditya Akses 18/10/2008.

Jess Feist,. Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality (diterjemahkan oleh Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development, (diterjemahkan oleh Achmad Chusairi dan Juda Danamik). Jakarta: Erlangga.

Zaviera, Ferdinan. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Jogjakarta: Prismasophie.
di 19:32
0 komentar:

Poskan Komentar
Posting Lama Halaman Muka
Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Minggu, 18 Oktober 2009

bila suwatu sa'at Q harus pergi, ingatlah aku.. yang pernah ada dlm hidupmu, kenang aku dan jangan lupakan aku

Rabu, 16 September 2009

KONFERENSIKASUS

Konferensi Kasus untuk Membantu Mengatasi Masalah Siswa
Tanggal: 04 Oktober 2008
oleh: Akhmad Sudrajat
A. Pengertian
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi.
Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan” yang akan menentukan hukuman bagi siswa. Misalkan, konferensi kasus untuk membahas kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang diambil dalam konferensi bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang ujung-ujungnya siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi konferensi kasus harus bisa menghasilkan keputusan bagaimana cara terbaik agar siswa tersebut bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.
B. Tujuan
Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:
1. mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check data)
2. mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan pengambilan keputusan
3. mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya pengentasannya.
C. Prosedur
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter, polisi, dan ahli lain yang terkait.
2. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas–asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya.
4. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli)
5. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).
C. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan konferensi kasus, antara lain:
1. Diusahakan sedapat mungkin kegiatan konferensi kasus yang hendak dilaksanakan mendapat persetujuan dari kasus atau siswa (konseli) yang bersangkutan
2. Siswa (konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang perlu, boleh juga tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya.
3. Diusahakan sedapat mungkin pada saat mendeskripsikan dan mendikusikan masalah siswa (konseli) tidak menyebut nama siswa (konseli) yang bersangkutan, tetapi dengan menggunakan kode yang dipahami bersama.
4. Dalam kondisi apa pun, kepentingan siswa (konseli) harus diletakkan di atas segala kepentingan lainnya.
5. Peserta konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas kewenangan profesionalnya.
6. Keputusan yang diambil dalam konferensi kasus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional, dengan tetap tidak melupakan aspek-aspek emosional, terutama hal-hal yang berkenaan dengan orang tua siswa (konseli) yang bersangkutan
7. Setiap proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan secara tertib.

LANDASAN KURIKULUM

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1.Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c.Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d.Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2.Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a.motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b.bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d.pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e.keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3.Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/11/08/landasan-kurikulum-2/
I. KONFERENSI KASUS
A. Pengertian
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa (konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi.
Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan” yang akan menentukan hukuman bagi siswa. Misalkan, konferensi kasus untuk membahas kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang diambil dalam konferensi bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang ujung-ujungnya siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi konferensi kasus harus bisa menghasilkan keputusan bagaimana cara terbaik agar siswa tersebut bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.


B. Tujuan
Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:
1. mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check data)
2. mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan pengambilan keputusan
3. mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya pengentasannya.
4. diperolehnya gambaran yang lebih jelas, mendalam dan menyeluruh tentang permasalahan siswa. Gambaran yang diperoleh itu lengkap dengan saling sangkut paut atau keterangan yang satu dengan yang lain.
5. terkomunikasinya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan bersangkutan, sehingga penanganan masalah itu lebih mudah dan tuntas.

C. Prosedur
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter, polisi, dan ahli lain yang terkait.
2. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas–asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah dilakukan sebelumnya.
4. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli)
5. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).

D. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan konferensi kasus, antara lain:
1. Diusahakan sedapat mungkin kegiatan konferensi kasus yang hendak dilaksanakan mendapat persetujuan dari kasus atau siswa (konseli) yang bersangkutan
2. Siswa (konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang perlu, boleh juga tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya.
3. Diusahakan sedapat mungkin pada saat mendeskripsikan dan mendikusikan masalah siswa (konseli) tidak menyebut nama siswa (konseli) yang bersangkutan, tetapi dengan menggunakan kode yang dipahami bersama.
4. Dalam kondisi apa pun, kepentingan siswa (konseli) harus diletakkan di atas segala kepentingan lainnya.
5. Peserta konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas kewenangan profesionalnya.
6. Keputusan yang diambil dalam konferensi kasus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional, dengan tetap tidak melupakan aspek-aspek emosional, terutama hal-hal yang berkenaan dengan orang tua siswa (konseli) yang bersangkutan
7. Setiap proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan secara tertib.



II. KUNJUNGAN RUMAH
A. PENGERTIAN
Kunjungan Rumah (P4) adalah upaya yang dilakukan Konselor untuk mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan anak/individu agar mendapat berbagai informasi yang dapat digunakan lebih efektif.
B. TUJUAN
1. Umum
Diperolehnya data yang lebih lengkap dan akurat berkenaan dengan masalah klien serta digalangnya komitmen orangtua atau anggota keluarga lainnya dalam rangka penyelesaian masalah.
2. Khusus
Agar terpahaminya permasalahan klien dan upaya pengentasannya. Dari ini dapat mencegahtimbulnya masalah lagi serta dapat berlanjut untuk mewujudkan fungsi pengembangan dan pemeliharaan serta advokasi.




C. KOMPONEN
1. Kasus
Diidentifikasi terlebih dahulu dan dianalisis perlu tidak diadakannya Kunjungan Rumah sebagai tindak lanjut dari penanganan kasus tersebut.
2. Keluarga
Yang hendaknya diperhatikan:
 Orangtua/ wali
 Anggota keluarga lain
 Orang-orang yang tinggal di lingkungan keluarga
 Kondisi fisik rumah
 Kondisi ekonomi dan hubungan social-emosoional
3. Konselor
Sebagai penyelenggara layanan Kunjungan Rumah.

D. ASAS
Yang pertama adalah asas kesukarelaan dan keterbukaan kepada klien untuk dilakukan Kunjungan Rumah. Lebih lanjut dilaksanakan asas keterpaduan.

E PENDEKATAN DAN TEKNIK
1. Format lapangan dan Politik
KR menjangkau lapangan permasalahan klien yang menjangkau kehidupan keluarga dan terlaksanakan �politik� yaitu menghubungi pihak-pihak terkait dengan keluarga.
2. Materi
Yang perlu diperhatikan saat di hadapan keluarga :
 Tidak melanggar asas kerahasiaan klien
 Semata-mata untuk memperdalam masalah klien
 Tidak merugikan klien
3. Peran klien
Menyetujui Kunjungan Rumah yang akan dilakukan klien dan mempertimbangkan perlu tidaknya ia terlibat saat kunjungan rumah.
4. Kegiatan
Melakukan wawancara dan pengamatan dan memeriksa dokumen-dokumen yang dimiliki keluarga.
5. Undangan terhadap keluarga
Keluarga dapat diundang ke sekolah sesuai dengan permasalahan klien. Pelaksanaan undangan ini memperhatikan: izin dari klien, perlu dipersiapkan materi pembicaraan dan peran klien.

F. OPERASIONALISASI
a. Perencanaan
Menetapkan kasus yang memerlukan KR, meyakinkan klien akan KR, menyiapkan data dan informasi yang akan dikomunikasikan dengan keluarga, menetapkan materi KR dan meyiapkan kelengkapan administrasi.



b. Pelaksanaan
Mengkomunikasikan rencana pelaksanaan KR, melakukan KR berupa:
 Bertemu anggota keluarga (ortu/wali)
 Membahas masalah klien
 Melengkapi data
 Mengembangkan komitmen
 Menyelenggarakan konseling keluarga
 Merekam dan menyimpulkan hasil KR
c. Evaluasi
Mengevaluasi proses pelaksanaan KR, mengevaluasi kelengkapan dan keakurautan data hasil KR serta komitmen ortu/wali, mengevaluasi penggunaan data dalam rangka pengentasan masalah klien.
d. Analisis hasil evaluasi
Analisis terhadap efektifitas penggunaan hasil KR terhadap penanganan kasus.
e. Tindak lanjut
Mempertimbangkan apakah perlu dilaksanakan KR ulang atau lanjutan dan mempertimbangkan tindak lanjut layanan dengan menggunakan hasil KR yang lebih lengkap dan akurat.
f. Pelaporan
Menyusun laporan KR, menyampaikan laporan dan mendokumentasi laporan.

III. ALIH TANGAN KASUS
Kegiatan alih tangan meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan jalur dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima kiriman klien dari pihak-pihak lain, seperti orang tua, kepala sekolah, guru, pihak ahli lain ( misalnya : dokter, psikiater, psikolog, kepala suatu kantor atau perusahaan ). Sedangkan jalur dari konselor, dalam arti konselor mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain, seperi konselor yang lebih senior, konselor yang membidangi spesialisasi tertentu, ahli-ahli lain ( misalnya : guru bidang studi, psikologi, psikiate, dokter ). Konselor menerima klien dari pihakl lain dengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai dengan permasalahan klien yang belum atau tidak tuntas ditangani pihak lain itu; atau permasalahan klien itu tidak sesuai dengan bidang keahlian pihak yang mengirimkan klien itu. Disisi lain, konselor mengalihtangankan klien pada pihak lain apa bila masalah yang dihadapi klien memang di luar kewenangan konselor untuk menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenaga memberikan bantuan, namun permasalahan klien belum berhasil ditangani secara tuntas.

Pada sisi yang pertama, yaitu konselor menerima klien dari pihak lain, berkenaan dengan prosedur alih tangan hampir tidak ada persoalan yang memerlukan perhatian khusus, kecuali masalah kesukarelaan. Klien yang dikirimkan kepada orang itu hendaknya dengan sukarela datang kepada konselor. Diatas kesukaralaan itu konselor akan bekerja sama klien itu menangani permasalahannya. Pada sisi yang kedua yaitu konselor mengalih tangankan klien, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, khususnya tentang kepada siapa klien akan dialihtangankan, kesediaan klien, dan materi atau informasi tentang klien yang hendaknya disampaikan kepada pihak lain tempat alih tangan. Dalam kaitan itu, Cormer & Bernard ( 1982 ) mengamukakan beberapa praktek yang hendaknya tidak dilakukan konselor dalam kegiatan alih tangan, yaitu :
1. klien tidak diberi alternatif pilihan kep[ada ahli mana ia akan dialih tangankan,
2. konselor mangalihtangankan klien kepada pihak yang keahliannya diragukan, atau kepada ahli yang reputasinya kurang dikenal ,
3. konselor membicarakan permasalahan klien kepada calon ahli tempat alih tangan tanpa persetujuan klien,
4. konselor menebutkan nama klien kepada calon ahli tempat alih tangan

butir-butir tersebut diatas mengisnyaratkan apa-apa yang hendaknya tidak dilakukan dan apa-apa yang hendaknya dilakukan oleh konselor dalam pengalihtanganan klien.
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi layanan dan kegiatan penunjang yang semua itu hendaknya dilakukan konselor, khususnya konselor yang bekerja pada lembaga tertentu misalnya sekolah dan sejumlah lembaga yang lain yang menjadi tanggung jawab penuh konselor sebagai sasaran layanan. Layanan orientasi mengacu diperkenalkannya individu atau klien kepada lingkungan yang baru dimasukinya. Dengan program orientasi itu proses penyesuaian diri individu kepada lingkungan biasanya akan lebih cepat sehingga ia dapat menjalani perkembangan dan kehidupan di lingkungan yang baru itu secara optimal.
Himpunan Data (P2)
Kontribusi Dari Ifdil Dahlani

A. PENGERTIAN

Data adalah gambaran atau keterangan tentang ada atau keadaan tertentu. Layanan Himpunan Data adalah upaya Konselor untuk menghimpun, digolong-golongkan dan dikemas dalam betuk tertentu.

B. TUJUAN

1. Umum
Menyediakan data dalam kualitas yang baik dan lengkap untuk menunjang penyelenggaraan pelayanan konseling sesuai dengan kebutuhan sasaran layanan.

2. Khusus
Didominasi oleh fungsi pemahaman terhadap individu yang datanya dihimpun. Ini akan mewujudkan fungsi pencegahan dan dapat pula fungsi pengentasan terhadap masalah individu. Lebih jauh, himpunan data ini dapat dijadikan bahan dalam melaksanakan fungsi pengembangan dan pemeliharaan dan dapatjuga digunakan dalam melindungi hak-hak individu yang sedang mengalami masalah HAM.

C. KOMPONEN
1. Jenis data data pribadi, kelompok dan data umum.
2. Bentuk himpunan data
a. Buku data pribadi
b. Himpunan lembaran dengan format khusus
c. Kumpulan data kelompok dan laporan kegiatan
d. Program computer
e. Kumpulan data umum
3. Penyelenggara himpunan data Konselor sebagai penyelenggara Himpunan data memiliki fungsi:
a. Menghimpun data
b. Mengembangkan data
c. Menggunakan data


D. ASAS
Didominasi oleh asas kerahasiaan yang sebelumnya data diperoleh dari responden dengan sukarela. Demi
pengembangan maka asas kedinamisan dan keterpaduan menjadi hal penting.

E. PENDEKATAN DAN TEKNIK
1. Aplikasi intrumentasi
2. Penyusunan dan penyimpanan data
3. Penggunaan perangkat komputer
4. Tenaga administrasi

F. OPERASIONALISASI
a. Perencanaan
Menetapkan jenis dan klasifikasi data serta sumber-sumbernya, menetapkan bentuk himpunan data, menetapkan dan
manata fasilitas, menetapkan mekanisme pengisian, pemeliharaan dan penggunaan serta menyiapkan kelengkapan
administrative.
b. Pelaksanaan
Memetik dan memasukkan ke dalam HD sesua dengan klasifikasi, memanfaatkan data, memelihara dan
mengembangkan HD.
c. Evaluasi
Mengkaji evisiensi sistematika dan penggunaan fasilitas yang digunakan, memerikasa kelengkapan, keakuratan,
BK | Bimbingan dan Konseling Indonesia
http://konselingindonesia.com Menggunakan Joomla! Generated: 21 April, 2009, 02:00
keaktualan dan kemanfaatan HD,
d. Analisis hasil evaluasi
Melaksanakan analisis terhadap hasil evaluasi berkenaan dengan kelengkapan, keakuratan, keaktualan, kemanfaatan
dan efisiensi penyelenggaraannya.
e. Tindak lanjut
Mengembangkan himpunan data mencakup:
1) Bentuk, klasifikasi dan sistematika data
2) Kelengkapan, keakuratan, ketepatan dan keaktualan data.
3) Kemanfaatan data
4) Penggunaan teknologi
5) Teknis penyelenggaraan
f. Pelaporan
Menyusun laporan HD, menyampaikan laporan dan mendokumentasi laporan.
1. Bidang pengembangan kegiatan belajar
Dalam kehidupan sehari-hari kita telah melakukan banyak kegiatan yang sebenarnya merupakan gejala belajar, dalam arti umum melakukan kegiatan kalau kita tidak belajar terlebih dahulu misalnya menggunakan pakaian, kita makan dengan menggunakan supit, kita berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, dll.
Boleh dikatakan kegiatan belajar adalah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu. Dan proses belajar itu terjadi selama jangka waktu tertentu , adanya perubahan dalam pola perilaku inilah yang menandakan telah terjadi belajar.
Yang dibicarakan dalam kegiatan belajar boleh dikatakan bentuk-bentuk belajar, cara belajar yang enak dan nyaman dan tidak membuat bosan.

Dalam pengembangan kegiatan belajar ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :
a. Bentuk-bentuk belajar menurut fungsi psikis :
1. Belajar dinamik. Ciri khasnya terletak dalam belajar menghendaki sesuatu secara wajar. Sehingga orang tidak menyerah pada sembarang menghendaki dan juga tidak menghendaki sembarang hal. Berkehendak adalah suatu aktifitas psikis yang terarah pada pemenuhan suatu kebutuhan yang disadari dan dihayati.
2. Belajar afektif. Salah satu cirinya adalah belajar menghayati nilai dari obyek-oyek yang dihadapi melalui alam perasaan. Entah objek itu berupa orang , benda atau kejadian/peristiwa. Cirri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.
3. Belajar seni motorik. Cirri khasnya terletak dalam belajar menghadapi dan menangani objek-objek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri. Misalnya : menggerakkan anggota-anggota badan sambil renang, memegang alat sambil melukis.


b. Bentuk-bentuk belajar menurut materi yang dipelajari
1. Belajar teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta ( pengetahuan ) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang studi ilmiyah.
2. Belajar teknis. Bentuk belajar ini bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam menangani dan memegang benda-benda serta menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu keseluruhan, misalnya belajar mengetik dan membuat suatu mesin tik. Belajar ini juga kerap disebut belajar motorik.
3. Belajar bermasyarakat. Betuk belajar ini bertujuan mengekang dorongan dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama dan memberikan kelonggaran kepada orang lain untuk memahami kehidupannya.

Pengembangan kegiatan belajar perlu dibicarakan dikarenakan setiyap kegitan belajar dalam kurun waktu yang lama akan mengalami kejenuhan. Oleh karenanya pengembangan kegiatan belajar sangat diperlukan untuk mengantisipasi kejenuhan.

2. Bidang pengembangan perencanaan, pelaksanaan dan pemantapan karier
Bimbingan karier adalah suatu perangkat, lebih tepatnya suatu program yang sistemaik, proses-proses, teknik-teknik, atau layanan-layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang serta mengembangkan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan kariernya.

Dalam hal ini yang dibicarakan mengenai Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan.
Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan sebatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat.
Perubahan isitilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang.
Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber counseling.
Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).
Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
2. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.

Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)


















































DAFTAR PUSTAKA


Bahrul, Falah. 1987. Konstribusi Orientasi Nilai Pekerjaan dan Informasi Karier terhadap Kematangan Karier (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.

Harjanto.1997.Perencanaan Pengajaran.Jakarta:Rineka Cipta.

Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier dengan Pendekatan Developmental. Jakarta : BP3K.

Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.