Powered By Blogger

Selasa, 25 Mei 2010

clien cenrted

BAB I
PENDAHULUAN
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client centred sebagai reaksi terhadap apa yang di sebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psiko analisis. Pada hakikatnya pendekatan clien centred adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenanya. Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang petumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan jalannya sendiri. Hubungan teraepeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat ukur meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.










BAB II
ISI
A. Pengertian
Clien centered adalah suatu pendekatan yang berpusat pada clien, clien akan dapat mengatur dirinya sendiri pada tingkat dasar maupun yang lebih dalam sehingga dalam konseling inisiatif harus datang dari klien sendiri.
B. Konsep Dasar
Pandangan clien centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang kecenderunagn-kecenderungan negatif dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi, Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka.
Dalam model clien centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang haya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat putusan-putusan.

Rogers menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan clien centere dari pendekatan-pendekatan lain , berikut ini adaptasi ari pendekatan Rogers:
1. Difokuskan pada tanggung jawab dan kesaggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh.
2. Menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia
C. Tujuan
Pada dasarnya klien sendiri menentukan tujuan konseling, konselor hanya membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan hambatan-hambatannya. Namun secara lebih khusus membebaskan klien dari kungkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam aktualisasi dirinya.Pengalaman Klien dalam Konseling.
Sesuai dengan konsep dasar CC maka tujuan konselng adalah :
1. Memberi kesempatan dan kebebasan kepada individu atau klien untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, berkembangan terealisasi potensinya.
2. Membantu individu untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dalam lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri
3. Membantu individu dalam mengadakan perubahan dan pertumbuhan.



D. Perkembangan Kepribadian
a. Struktur kepribadian.
Struktur kepribadian dalam teori Rogers meliputi:
1) Organisme adalah tempat semua pengalaman, segala sesuatu, yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai event yang terjadi di dalam diri dan dunia eksternal. Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya (realitas) dan satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni bertujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2) Lapangan Fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar). Lapangan fenomena juga meliputi pengalaman yang disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak konsisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang disimbolkan disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari. Semua persepsi bersifat subjektif, dengan kata lain benar menurutnya sendiri. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empirik, itupun pengetahuan yang diperoleh tidak bakal sempurna.

3) Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; “saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hari, dan menarik”. Alwisol (2006: 322)

b. Keperibadian yang normal (sehat)
Terdapat keseimbangan antara organisme, lapangan fenomena dan self sebagai hasil dari interaksi individu untuk selalu berkembang.

c. Keperibadian yang menyimpang (TLSS).
1) Adanya ketidakseimbangan/ketidaksesuaian antara pengalaman organismik dan self yang menyebabkan individu merasa rapuh dan mengalami salah suai.
2) Kharakteristik pribadi salah suai:
Estrangement: membenarkan apa yang ses ungguhnya oleh diri sendiri tidak mengenakkan.
Incongruity in behavior: ketidaksesuaian tingkah laku karena COW; hal ini sering menimbulkan kecemasan
Kecemasan: kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
Defense mechanism (DM), tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu)
3) Gejala TLSS:
(a) Kecemasan atau ketengan terus menerus
(b) Tingkah laku yang rigid (tidak luwes)
(c) Menolak situasi baru
(d) Salah dalam memperhatikan.

E. Pola Hubungan
1. Adanya hubungan psikologi antara konselor dengan klien.
2. Adanya pernyataan incongruence oleh klien
3. Adanya pernyataan congruence oleh konselor
4. Adanya uncondisional positive regard dan pemahaman yang empatik dari konselor kepada klien
5. Adanya persepsi klien terhadap konselor positiv regard dan pemahaman empatik.
F. Peran dan Tugas konselor
Sejalan dengan proses konseling dengan pendekatan CC sebagai mana diuraukan diatas, maka peran konselor secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseli, tetapi hal tersebut dalakuakan oleh klien sendiri.
2. Konselor merefleksikan perasaan-perasaan klien, sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
3. Konselor menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun
4. Konselor memberi kebebasab kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-lusnya.

Sehubungan dengan hal ini, menurut Rogers, seorang konselor harus memiliki beberapa syarat yatu :
1. Memiliki sensifitas dalam hubungan insani
2. Memiliki sifat yang objektif
3. menghormati kemuliaan orang lain
4. Memahami diri sendiri
5. Bebas dari prasangka yang komplek-komplek dalam dirinya
6. Sambil masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.

G. Proses dan Tehnik-tehnik Konseling
1. Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon negatif.
2. Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti “saya”.
3. Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang lebih realistik.
4. Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
5. Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya. Prayitno (1998:64)









DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.
Pujosuwarno, Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta : Menara Mas Offset.
On-line : http://konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=93 ( 11 Maret 2010 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar